Keindahan
alam Bandung dan sekitarnya tak perlu dipertanyakan lagi. Namun, kondisi ini
patut diwaspadai, lantaran di baliknya terdapat misteri "Ular
Panjang" bernama Sesar Lembang yang kapan saja bisa bergeser dan
menimbulkan gempa dahsyat.
"Ular panjang"--yang
juga biasa disebut Patahan Lembang ini--membentang sepanjang 29-30 km dari
ujung barat (Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat) hingga sisi timur
(Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung).
"Bentangannya Sesar
Lembang itu di timur berawal dari Bukit Palasari sampai Cisarua sekitar 29-30
km. Bila skenario sesar sepanjang itu aktif maka gempanya akan sangat besar
sekali," ungkap Pakar Geologi, TB Bachtiar kepada ayobandung.com.
Konon, dari sejarahnya,
kehadiran Sesar Lembang tak terpisah dari sejarah Gunung Sunda. Saat dulu
meletus, dua pertiga bagian atas Gunung Sunda runtuh ke utara. Terbentuklah
patahan atau lereng di sisi selatan yang dikenal sebagai Sesar Lembang.
Dalam istilah
geologi, lereng memanjang ini dikenal sebagai gawir sesar.
Kondisi struktur alam gawir di
sebelah utara Bandung itu berada di kaki Gunung Tangkuban Parahu, tepatnya
Lembang, Parongpong, dan Cisarua. Bagi orang Sunda, gawir lazim disebut Pasir
Halang—artinya bukit yang cerdas. Bentangan dinding patahan Lembang ini pun
tahan aliran lahar dan udara dari wilayah utara ke kota Bandung di selatan.
Bachtiar menyampaikan, gempa
dari Sesar Lembang itu beberapa tahun lalu sempat melanda sebagian perkampungan
di Cisarua. Berdasarkan Laporan Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika
kala itu, Bachtiar menyebut kekuatan gempa yang bergerak di kawasan
Bandung Utara ini mencapai 3,4-3,6 skala Richter.
"Terbaru, gempa di Sesar
Lembang ini tiga sampai empat tahun lalu terjadi. Titik pusat waktu itu
di Kampung Muril Rahayu atau sebelah barat Cisarua. Di sana dengan skala
3,4 sampai 3,6 saja kerusakannya berat karena bangunannya tidak sesuai struktur
bangunan tahan gempa," tuturnya.
Adapun dari koordinatnya,
lokasi pusat gempa kala itu berada di 107,55 ° BT dan -6,81 ° LS dengan
kedalaman enam kilometer. Titik itu terletak di antara tebing dan lembah yang
dipisahkan sealir sungai kecil selebar 1,5 meter bernama Cipogor.
"Yang menjadi topik dan
minim sosialisasi (adalah soal potensi) kebencanaan. Masyarakat saat ini tidak
tahu jika gawir yang selama ini akrab dengan kehidupan mereka akan menjadi
sumber bencana," sambung Bachtiar.
Melihat potensi kegempaan ini,
Bactiar menyebut kehadiran sesar di sebuah ruang bisa menciptakan gempa.
Sesar adalah retakan pada
lempeng kerak yang bergeser. Kerak bergeser karena terapung di atas mantel
bumi--batubara dan cair yang terdiri atas campuran magnesium dan besi--.
Lapisan ini bergerak perlahan-lahan, terpecah-pecah, dan saling bertabrakan
satu sama lain. Selain itu, sebuah sesar bisa bergerak oleh aktivitas tektonik.
Bahkan dikatakan dia, jika
skenario sepanjang 29-30 kilometer ini bergerak serempak, kekuatannya akan
mendekati 6,5-7 skala Richter. Angka ini sudah cukup untuk merusak
seantero wilayah Bandung, bahkan sampai Soreang atau Banjaran, yang radiusnya
30 kilometer dari Lembang.
"Dengan skenario yang bisa
mencapai 6,5 sampai 7 SR itu akan setara dengan kekuatan gempa di Lombok,"
paparnya. Oleh karena itu, di balik keindahan Kota Kembang tersebut terdapat
potensi bencana yang bisa kapan saja menyebabkan gempa dahsyat di seantero
Bandung Raya.
Kapan
gempa besar Lembang terjadi?
Pertanyaan yang sering
diajukan: kapan sesar Lembang aktif menjadi gempa besar? Upaya mencari jawaban
ini sudah lama dilakoni. Penelitian sesar Lembang bukan hal baru. Pakar geologi
asal Belanda, RW van Bemmelen bahkan sudah membahasnya sejak 1940.
Riset Sesar Lembang termasuk
dalam The Geology of Indonesia (1949), kitab babon van Bemmelen bagi para
geolog Indonesia. Ia menyebut, terakhir kali Sesar Lembang aktif pada 100.000
tahun lalu, bertepatan pembentukan kaldera Gunung Sunda. Pada tahun 1996,
penelitian Jan Nossim di Kampung Panyairan, Cihideung, menunjukkan kali
terakhir sesar Lembang aktif pada 24.000 tahun lalu.
Sebuah sesar disebut aktif
apabila pernah bergeser pada waktu Holosen—dimulai 11.500 tahun lalu hingga
sekarang. Jelas, jika mengacu pada penelitian van Bemmelen dan Nossim, Sesar
Lembang tidak dapat masuk dalam kategori sesar aktif.
Namun, hal ini terbukti
berhasil dipatahkan oleh para peneliti mutakhir.
Mulai 2006, para ahli dari
Geoteknologi LIPI, ITB, Kemenristek, dan beberapa lembaga lain melakukan
dua metode melalui pengamatan data GPS (sistem pemosisi global) di daratan dan
penggalian hasil longsoran tanah. Hasilnya, lima tahun kemudian pada 2011
Sesar Lembang gempa aktif. Penelitian ini berkembang sampai sekarang.
"Selain temuan lapangan,
gempa terjadi di Kampung Muril Rahayu atau sebelah barat Cisarua ini membuat
kita percaya diri dan yakin bahwa ini aktif," lanjut Bachtiar.
Mengacu momen gempa terakhir,
Bachtiar mengatakan gempa di Kampung Muril Rahayu itu tergolong kecil.
Getarannya sebatas di sekitar Cisarua atau wilayah paling barat patahan
Lembang.
Dikatakannya, di kawasan
Cisarua itu sudah terjadi beberapa kali gempa berskala kecil. Ini mendorong
pertanyaan yang lebih krusial: kapan sesar Lembang bergerak serempak dan
menghasilkan gempa besar?
Sampai sekarang, belum ada
teknologi yang bisa memprediksi secara tepat waktu gempa dan lokasi gempa.
Kejadian-kejadian gempa mikro di sekitar kawasan sesar Lembang selama ini hanya
memberi indikasi kekuatan gempa mendatang.
Potensi
kerusakan di Bandung
Sesar Lembang memang memanjang
horizontal dari Bandung Barat hingga Kabupaten Bandung. Daerah yang
dilintasinya termasuk Kecamatan Ngamprah, Cisarua, Parongpong, hingga Lembang.
Total ada sekitar ratusan ribu penduduk di sana.
Jika episentrum gempa ini
berpusat di titik paling barat, tepatnya di Ngamprah, gempa besar akan
"berombak" dan menciptakan kerusakan
hebat yang menjalar dari Cikoneng, lalu merembet ke Kampung Muril
Rahayu (Cisarua). Retakan terus melaju ke arah Pasar Cibarukai dan Sekolah
Polisi Negara Cisarua.
Gempa ini membelah urat jalan
utama dari Cimahi ke Lembang, yaitu Jalan Kolonel Masturi. Dari sini, retakan
melalui Kampung Gandrung. Dari Kampung Gandrung, gelombang gempa melewati
lembah Kertawangi, menembus Desa Panyairan (Parongpong).
Bergeser ke barat, patahan akan
mengguncang kompleks perumahan elite bernama Graha Puspa. Meski tidak persis ke
sana, efek getaran bisa kencang sebab gawir utama hanya beberapa meter di
sebelah barat perumahan.
"Yang menjadi kekhawatiran
bila bangunannya tidak sesuai kode bangunan tahan gempa. Jadi kalau bangunan
itu jika tidak sesuai tahan gempa itu akan mengkhawatirkan bagi warga. Semisal,
jatuhnya korban di Lombok beberapa waktu lalu, karena korbannya banyak
tertimpa runtuhan bangunan," paparnya.
Selain mengakibatkan retakan
utama, akan terjadi juga konjugasi patahan alias retakan kecil bercabang.
Retakan ini menyebabkan rumah rusak akibat dinding terbelah. Gempa Sesar
Lembang juga bisa mengakibatkan tanah longsor di seantero Bandung.
Diceritakan Bachtiar, Kawasan
di Kota Bandung yang berada pada titik terendah adalah Gedebage. Saat terjadi
gempa, entah itu bersumber dari patahan Lembang, Cimandiri, Baribis, atau zona
subduksi di Samudera Hindia, Gedebage akan menerima goncangan lebih hebat dari
tempat lain.
"Bukan KBU saja yang akan
berakibat fatal bila di cekungan Bandung ada gempa. Tapi juga di selatan, di
Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, hingga Kabupaten Bandung Barat
karena itu bekas endapan danau purba," ucapnya.
Sebagai yang meneliti Danau
Bandung Purba, Bachtiar membenarkan potensi kerusakan di kawasan itu.
Perambatan gelombang gempa sangat tergantung pada jenis dan struktur benda yang
dilaluinya. Ibaratnya, bak menyimpan satu buku di atas balok kayu dan satu lagi
di atas puding. Amplifikasi buku di atas puding tentu lebih besar daripada
balok kayu yang materialnya lebih padat.
"Jadi lumpur yang asalnya
endapan danau lalu mengering bila terjadi gempa goyangnya akan besar. Misal,
Cibiru endapan danaunya sangat tebal sekali, Buah Batu juga. Karena semua lahan
itu lahan gembur bekas endapan danau," ungkapnya.
Gempa ini pun seperti riak
udara, semakin jauh perambatan gelombang, kekuatan gempa semakin lemah.
Jarak Kota Bandung hanya tiga
kilometer dari garis utama sesar. Ini cukup membuat ibu kota Jawa Barat itu
terancam lumpuh ketika terjadi gempa di Sesar Lembang. Penyebabnya,
kondisi geologi permukaan di Kota Bandung bervariasi, dari endapan sangat lunak
hingga batu vulkanik keras. Oleh karenanya, penting untuk melihat karakterisasi
geologi yang digunakan.
"Tebalnya ada sampai
75-100 meter, sehingga semakin tebal endapan semakin riskan bagi keamanan
masyarakat. Sehingga berbagai bangunan bertingkat layaknya
apartemen, perhotelan harus dirancang sebagai bangunan tahan gempa,"
tuturnya.
Dampak gempa dari Sesar Lembang
pun bukan hanya merobohkan bangunan, bisa juga mengakibatkan kebakaran dari
listrik korslet atau ledakan dari gas bocor, mengingat Bandung adalah wilayah
yang sangat padat.
Oleh karena itu,
Bachtiar menyarankan antisipasi pengetahuan praktis bagi masyarakat patut
digencarkan untuk menanggulangi jika sewaktu-waktu terjadi bencana serupa.
"Edukasi ini harus
dilakukan di berbagai jalur dari mulai pendidikan hingga institusi atau
lembaga. Karena jika ada goyangan, apa yang harus sudah dilakukan seperti
berupaya matikan instalasi listrik, jika sedang memasak matikan kompor,
lindungi kepala, bahkan saat berkendara apa yang dilakukan jika terjadi
gempa, itu patut diedukasikan," ujarnya.
Sumber : www.ayobandung.com
0 comments:
Posting Komentar