Searching

Untuk Pemasangan IKLAN silahkan hubungi 0881-8274-990 via WA
Minggu, 27 Mei 2018

Mandi Junub Di Bulan Ramadhan


Sejumlah laman blog dan forum Internet sudah banyak yang membahas tentang perkara mandi janaba atau mandi junub saat puasa. Beberapa menyebutkan seseorang tak bisa berpuasa sebelum melakukan mandi junub setelah mengeluarkan air mani. Benarkah?

Pernyataan semacam ini sebenarnya tidak tepat. Sejumlah ulama telah berfatwa bahwa hadas atau keadaan tidak suci pada diri seorang muslim menyebabkan ia tidak boleh salat dan melakukan banyak ibadah lain kecuali puasa.

Hal ini disandarkan pada hadits riwayat Bukhari 1926 dan Turmudzi 779 yang mengatakan “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki waktu subuh, sementara beliau sedang junub karena berhubungan dengan istrinya. Kemudian, beliau mandi dan berpuasa.”

Dilansir laman konsultasisyariah.com mengutip Sunan At-Turmudzi, 3/140 mengatakal hal inilah yang dipahami oleh mayoritas ulama di kalangan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang lainnya. Dan ini merupakan pendapat Sufyan At-Tsauri, As-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq bin Rahuyah.

Ketika ada orang junub bangun tidur di penghujung malam, dia berada dalam keadaan harus memilih antara mandi dan sahur, apa yang harus didahulukan?

Dari penjelasan di atas disimpulkan laman itu bahwa mandi junub tidak harus dilakukan sebelum subuh. Orang boleh mandi junub setelah subuh, dan puasanya tetap sah. Sementara sahur, batas terakhirnya adalah subuh. Seseorang tidak boleh sahur setelah masuk waktu subuh.

Perbanyaklah Zikir Membaca “Subhanallah Wa Bihamdihi Subhanallahil Adzim” 

“Subhanallah Wa Bihamdihi Subhanallahil Adzim”, Artinya “Maha Suci Allah dengan segala puji bagi-Nya, Maha Suci Allah yang Maha Agung.”

Zikir dengan menggunakan lafal “Subhanallah Wa Bihamdihi Subhanallahil Adzim” merupakan salah satu kalimat yang banyak dianjurkan di dalam hadits-hadits Nabi saw, antara lain sebagai berikut:

1) Rasulullah Saw bersabda : “Dua kalimat yang ringan diucapkan lidah, berat dalam timbangan, dan disukai oleh (Allah) Yang Maha Pengasih, yaitu kalimat subhanallah wabihamdihi, subhanallahil ‘Azhim (Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya, Mahasuci Allah Yang Maha Agung).” (HR Bukhari 7/168 dan Muslim 4/2072);

2) Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya sebaik-baik ucapan kepada Allah SWT adalah kalimat subhanallah wa bihamdihi.” (HR Muslim dan Tirmidzi).

3) Diriwayatkan dari Abi Dzar. Rasulullah pernah ditanya, “Perkataan apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Yang dipilih oleh Allah bagi para malaikat dan hamba-hamba-Nya, yaitu subhanallah wabihamdihi (Mahasuci Allah dengan segala puji bagi-Nya).” (HR Muslim).

4) Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa mengucapkan subhanallah wabihamdihi seratus kali dalam sehari, ia akan diampuni segala dosanya sekalipun dosanya itu sebanyak buih di laut.” (HR Muslim dan Tirmidzi)

5) Ibnu Umar ra meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw berkata kepada para sahabatnya, “Ucapkanlah subhanallah wa bihamdihi sebanyak seratus kali. Barangsiapa mengucapkannya satu kali maka tertulis baginya sepuluh kebaikan, barangsiapa mengucapkannya sepuluh kali maka tertulis baginya seratus kebaikan, barangsiapa mengucapkannya seratus kali maka tertulis baginya seribu kebaikan, barangsiapa menambahnya maka Allah pun akan menambahnya, dan barangsiapa memohon ampun, niscaya Allah akan mengampuninya.”


Apakah Anda mengetahui ternyata ada 5 jenis sertifikat rumah yaitu HGB, AJB, SHM, Girik dan SHSRS? Apa perbedaan masing-masing sertifikat tersebut?
Sertifikat Tanah dan Undang-Undang Agraria
Apakah Anda dalam waktu dekat ini ingin membeli sebuah rumah atau properti? Anda wajib mengerti jenis sertifikat rumah yang ingin Anda beli. Sertifikasi tersebut memiliki tujuan utama agar, kita sebagai warga negara tertib dalam administrasi. Informasi mengenai jenis sertifikasi rumah dan peraturan terkait agraria diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Agraria menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: 
1. urusan pertanian atau tanah pertanian;
2. urusan pemilikan tanah 
Menurut Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, terdapat delapan jenis hak-hak atas tanah, antara lain: 
1. hak milik, dibuktikan dengan sertifikat hak milik
2. hak guna usaha, dibuktikan dengan sertifikat hak guna usaha
3. hak guna-bangunan, dibuktikan dengan sertifikat hak guna bangunan
4. hak pakai
5. hak sewa
6. hak membuka tanah
7. hak memungut-hasil hutan
8. hak-hak lain