Sejumlah laman blog dan forum
Internet sudah banyak yang membahas tentang perkara mandi janaba atau mandi
junub saat puasa. Beberapa menyebutkan seseorang tak bisa berpuasa sebelum
melakukan mandi junub setelah mengeluarkan air mani. Benarkah?
Pernyataan semacam ini sebenarnya
tidak tepat. Sejumlah ulama telah berfatwa bahwa hadas atau keadaan tidak suci
pada diri seorang muslim menyebabkan ia tidak boleh salat dan melakukan banyak
ibadah lain kecuali puasa.
Hal ini disandarkan pada hadits
riwayat Bukhari 1926 dan Turmudzi 779 yang mengatakan “Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam memasuki waktu subuh, sementara beliau sedang junub karena
berhubungan dengan istrinya. Kemudian, beliau mandi dan berpuasa.”
Dilansir laman
konsultasisyariah.com mengutip Sunan At-Turmudzi, 3/140 mengatakal hal inilah
yang dipahami oleh mayoritas ulama di kalangan para sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan yang lainnya. Dan ini merupakan pendapat Sufyan
At-Tsauri, As-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq bin Rahuyah.
Ketika ada orang junub bangun
tidur di penghujung malam, dia berada dalam keadaan harus memilih antara mandi
dan sahur, apa yang harus didahulukan?
Dari penjelasan di atas
disimpulkan laman itu bahwa mandi junub tidak harus dilakukan sebelum subuh.
Orang boleh mandi junub setelah subuh, dan puasanya tetap sah. Sementara sahur,
batas terakhirnya adalah subuh. Seseorang tidak boleh sahur setelah masuk waktu
subuh.
Dengan menimbang hal ini,
seseorang memungkinkan untuk menunda mandi dan tidak mungkin menunda sahur. Karena
itu, yang mungkin dia lakukan adalah mendahulukan sahur dan menunda mandi.
Hanya saja, sebelum makan sahur,
dianjurkan agar berwudhu terlebih dahulu. Sebagaimana keterangan dari Aisyah
radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan, ““Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berada dalam kondisi junub, kemudian beliau ingin makan atau tidur,
beliau berwudhu sebagaimana wudhu ketika hendak shalat,” seperti dinukil dari
hadits riwayat Muslim 305.
Mandi di Siang Hari
Laman Muslim.or.id mencatat Istri
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpai waktu fajar di bulan
Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah, kemudian beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.”
Al Qurthubi rahimahullah
mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dua faedah. Pertama, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menyetubuhi istrinya di bulan Ramadhan, lantas beliau menunda
mandinya hingga setelah terbit fajar. Ini menunjukkan bolehnya menunda mandi
junub seperti itu. Kedua, beliau dalam keadaan junub karena jima’ (berhubungan
badan dengan istrinya). Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah
pernah ihtilam (mimpi basah). Mimpi basah hanyalah dari setan, sedangkan beliau
sendiri adalah orang yang ma’shum (terjaga dari kesalahan)
Sedangkan ahli tafsir sekaligus
penyusun Tafsir Al-Misbah, Quraish Shihab, menyatakan mandi junub setelah subuh
tidak membatalkan puasa. Namun dirinya tidak memeperbolehkan orang mandi junub
pada siang hari.
“Tidak boleh bukan karena itu
membatalkan puasa, tetapi karena Anda harus salat subuh. Mandi junub harus
sebelum waktu Subuh berlalu,” kata Quraish Shihab seperti dikutip dari buku
Quraish Shihab Menjawab: 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui halaman
118.
0 comments:
Posting Komentar