Keuntungan besar tak menjamin suatu bisnis akan
terus langgeng. Pebisnis juga mesti luwes beradaptasi dengan perkembangan
zaman. Pada era revolusi industri 4.0 seperti sekarang, pemanfaatan teknologi
kian menjadi suatu kebutuhan penting. Perusahaan mapan sekali pun seyogianya
mengadopsi teknologi digital untuk menjamin eksistensi bisnis. Bila masih
berpatok pada model bisnis lama yang mengabaikan pemanfaatan teknologi, bukan
tak mungkin bisnis terguling dan karam.
Saat ini saja disrupsi digital mulai menggerus
sejumlah sektor, seperti transportasi, ritel, keuangan, dan logistik. Mungkin,
pada masanya nanti sulit terbayangkan bila membeli pakaian hanya sebatas
beberapa klik di gawai. Tak perlu lagi mengeluarkan ongkos transportasi atau
tenaga untuk pergi ke pusat belanja. Perubahan pola hidup masyarakat itu
semestinya menjadi alarm bagi para pebisnis. Menjemput masa depan adalah
kewajiban.
Terlambat sedikit saja, bisa-bisa terlibas
tsunami digital. Ilustrasi ritel(William_Potter) Mulailah melakukan transformasi
digital secara terintegrasi. Upaya ini tak hanya pada bagian layanan pelanggan
(front office), tetapi juga menyentuh tim pendukung operasional (back office).
Sejumlah perusahaan pun mulai menyadari pentingnya transformasi digital dengan
pemanfaatan internet of things (IoT). Ambil contoh, pada sektor perbankan.
Modernisasi berbasis teknologi finansial terus dikembangkan sehingga kualitas
layanan nasabah menjadi lebih maksimal.
Proses transaksi keuangan juga lebih cepat. Tak
cukup transformasi Bisnis berbasis digital adalah masa depan ekonomi Indonesia.
Ini bukan sekadar jargon, karena data statistik pun mengonfirmasi semakin
masifnya ekonomi digital di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika memproyeksikan, pada 2020, ekonomi
digital Tanah Air bisa tumbuh mencapai 130 miliar dollar AS atau Rp 1.700
triliun.
Angka proyeksi itu mencapai 20 persen dari
total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Tidak kalah krusial dari
sekadar mentransformasikan bisnis ke arah digital adalah kemampuan memanfaatkan
data. Ya, tak bisa dimungkiri bahwa data semakin menjadi kebutuhan penting
dalam berbisnis. Perusahaan perlu memanfaatkan data untuk mengetahui kelebihan
dan kekurangan dalam operasional yang dijalani. Pengaturan proses produksi atau
operasional gedung, misalnya, dapat lebih terarah dengan analisis data yang
kuat. Seiring waktu, kesadaran perusahaan akan pentingnya data juga mulai
meningkat.
Hal itu sebagaimana tercermin dari laporan
penelitian terbaru International Data Corporation (IDC) Worldwide Semiannual
Big Data and Analytics Spending Guide. Laporan tersebut menyebutkan, pendapatan
bisnis teknologi data berukuran besar beserta analisisnya (big data
analytic/BDA) secara global mencapai 150,8 miliar dollar AS (sekitar Rp 2.000
triliun) pada 2017. Nilai tersebut melonjak 12,4 persen dibandingkan tahun
sebelumnya. Ilustrasi digital(SHUTTERSTOCK) Pertumbuhan tahunan majemuk
pembelian komersial BDA dalam wujud perangkat keras, perangkat lunak, dan jasa
diperkirakan sebesar 11,9 persen hingga 2020.
Menurut IDC, teknologi BDA telah menjadi arus
utama dan semakin krusial sebagai dasar pengambilan keputusan para petinggi
perusahaan. Baik untuk menganalisis selera konsumen maupun merencanakan
ekspansi bisnis. "Data is new mind dan ini adalah tambang baru, dulu yang
menjadi kaya adalah yang menguasai tambang emas, batubara, minyak, maka pada
era digital ini yang disebut sebagai tambang adalah tambang data,” ungkap
Menteri Keuangan Sri Mulyani, seperti diwartakan Kompas.com, Jumat (2/3/2018).
Energi Di balik pentingnya pemanfaatan data
untuk menunjang transformasi bisnis digital, ada satu hal yang selayaknya
diperhatikan perusahaan. Semakin banyak teknologi yang digunakan tentunya akan
meningkatkan konsumsi listrik. Karena itulah, penting bagi perusahaan untuk
meminimalkan ekses tersebut. Terlebih lagi, dunia saat ini tengah berperang
melawan kelangkaan energi. Berdasarkan Kesepakatan Paris pada 2015, sebanyak
195 negara sepakat untuk menahan kenaikan temperatur global di bawah dua
derajat celsius.
Indonesia sebagai negara terbesar keempat di
dunia dipandang berperan penting dalam menyukseskan kesepakatan itu. Pemerintah
pun terus mendorong sektor industri untuk terlibat aktif menghemat energi.
Selaras dengan itu, ada baiknya pebisnis mulai berinisiatif dalam menghemat
energi dalam operasionalnya. Misalnya, dengan menerapkan layanan EcoStruxure
dari Schneider Electric. Selain berfungsi dalam pemanfaatan dan pengelolaan
data berbasis IoT, layanan tersebut juga mampu memberi nilai tambah bagi usaha
Anda dari segi keamanan, keandalan, efisiensi operasional, konektivitas, serta
keberlanjutan lingkungan. Ilustrasi data(SHUTTERSTOCK) Salah satu praktik baik
penerapan EcoStruxure adalah pada operasional pusat data Green Mountain di
Norwegia. Pemanfaatan dan pengelolaan data dilakukan secara berkelanjutan dan
tidak menghasilkan emisi karbon sama sekali.
Fitur unggulan EcoStruxure seperti itu dan yang
lainnya akan turut dipamerkan bersama dengan inovasi-inovasi mutakhir dalam
ajang Innovation Summit 2018 di Hotel Mulia, Jakarta, pada 18-19 April
mendatang.
Anda yang sedang berbisnis atau pun baru punya
rencana untuk itu bisa hadir untuk menyaksikannya. Siapa yang tak mau, usaha
merekah dengan pundi-pundi terus menebal!
Sumber : kompas.com
Sumber : kompas.com
0 comments:
Posting Komentar