Sindroma Guillain-Barre (GBS)
atau disebut juga dengan radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP),
poliradikuloneuritis idiopatik akut, polyneuritis idiopatik akut, Polio
Perancis, paralisis asendens Landry, dan sindroma Landry Guillain Barre adalah
suatu penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf perifer; dan biasanya
dicetuskan oleh suatu proses infeksi yang akut. GBS termasuk dalam kelompok
penyakit neuropati perifer
Komplikasi
Komplikasi GBS yang paling berat
adalah kematian, akibat kelemahan atau paralisis pada otot-otot pernafasan.
Tiga puluh persen% penderita ini membutuhkan mesin bantu pernafasan untuk
bertahan hidup, sementara 5% penderita akan meninggal, meskipun dirawat di
ruang perawatan intensif. Sejumlah 80% penderita sembuh sempurna atau hanya
menderita gejala sisa ringan, berupa kelemahan ataupun sensasi abnormal,
seperti halnya kesemutan atau baal. Lima sampai sepuluh persen mengalami
masalah sensasi dan koordinasi yang lebih serius dan permanen, sehingga
menyebabkan disabilitas berat; 10% diantaranya beresiko mengalami relaps.
Dengan penatalaksanaan respirasi
yang lebih modern, komplikasi yang lebih sering terjadi lebih diakibatkan oleh
paralisis jangka panjang, antara lain sebagai berikut:
1.Paralisis otot persisten
2.Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik
3.Aspirasi
4.Retensi urin
5.Masalah psikiatrik, seperti depresi
dan ansietas
6.Nefropati, pada penderita anak
7.Hipo ataupun hipertensi
8.Tromboemboli, pneumonia, ulkus
9.Aritmia jantung
10.Ileus
Prognosis buruk dihubungkan
dengan perburukan gejala yang sangat cepat, usia tua, penggunaan ventilator
jangka panjang (lebih dari 1 bulan), dan berkurangnya potensial aksi pada
pemeriksaan neuromuskuler. Sebuah laporan menyebutkan kesembuhan sempurna pada
50-95% kasus. Peningkatan jumlah protein enolase spesifik pada pemeriksaan
cairan serebrospinal dihubungkan dengan durasi penyakit yang lebih panjang.
Meningkatnya IgM anti-GM1 memprediksikan lambatnya penyembuhan.
Sekuelae neurologis dilaporkan
pada 10-40% kasus; yang paling buruk adalah tetraplegia yang muncul dalam 24
jam dengan masa penyembuhan yang tidak sempurna setelah 18 bulan atau lebih.
Sekuelae paling ringan adalah kesulitan berjalan derajat ringan, dengan
penyembuhan dalam beberapa minggu. Namun yang paling sering didapat adalah
puncak gejala dalam 10-14 hari dengan masa penyembuhan dalam hitungan minggu
hingga bulan. Rata-rata masa perawatan dalam ventilator adalah 50 hari. Angka
mortalitas bervariasi dari 5 hingga 10%; sebagian besar akibat instabilitas
otonomik ataupun akibat komplikasi intubasi lama, paralisis,2 dan aritmia.17
Sekitar 10% penderita tidak sembuh sempurna dan tergantung pada kursi roda,
ataupun hidup dengan kelemahan atau kesemutan permanen.17
Perjalanan penyakit penderita
dewasa dan anak hampir sama, namun menurut Sarada et al (1994), penderita anak
memiliki prognosis berjalan secara mandiri yang lebih baik dibandingkan dewasa.
Sekitar 35% penderita hidup dengan disabilitas jangka panjang, sementara 38%
penderita harus melakukan modifikasi pekerjaan akibat penyakitnya; 44% kasus
mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas di waktu senggang dan dalam
keadaan psikososial yang kurang baik.
Pada bentuk sindroma sensorimotor
yang klasik, kelemahan terjadi secara akut dalam hitungan hari, ataupun subakut
alam waktu 2-4 minggu. Paresis yang terjadi umumnya terdistribusi secara
simetris dan refleks tendon akan berkurang atau hilang. Terdapat bermacam
varian dari sindroma Guillain-Barre, antara lain bentuk motorik murni,
Miller-Fisher, dan bentuk aksonal primer.
Diagnosis dilakukan berdasarkan
gambaran dan temuan klinis, serta pemeriksaan penunjang yakni pemeriksaan
elektrofisiologis yang menunjukkan adanya demyelinasi serta meningkatnya
protein pada pemeriksaan cairan serebrospinal. Namun pada minggu pertama
setelah onset, baik perubahan demyelinasi pada hantaran saraf dan peningkatan
protein ini dapat tidak ditemukan.
Terapi pada fase akut ditujukan
terutama untuk melawan proses imunopatogenesis, termasuk plasmapheresis dan
infus immunoglobulin dosis tinggi. Monitoring adanya gangguan otonom dan
perawatan intensif telah memperbaiki prognosi penderita sindroma
Guillain-Barre. Selama rehabilitasi, perbaikan fungsi yang signifikan dapat
dilihat dengan metode pengukuran standard.
Berdasarkan gejala yang timbul,
dapatlah disimpulkan ada 4 problem utama dalam penatalaksanaan fisioterapi pada
kasus sindroma Guillain-Barre, yakni
1.problem muskuloskeletal
2.kardiopulmonari
3.sensori
4.gangguan sistem saraf otonom.
Pada pelaksanaan rehabilitasi
medik, masing-masing bentuk latihan dilakukan dengan berdasarkan pada tahap
penyembuhan pasien, yakni tahap awal dan lanjut.
Pada tahap awal atau fase
progresif, rehabilitasi terutama ditujukan pada pemeliharaan fungsi dan
kondisi; sehingga pada tahap ini masalah kardiopulmoner dan muskuloskeletal
menjadi fokus perhatian utama. Gangguan sistem saraf otonomi biasanya belum
menjadi problem bagi fisioterapis pada tahap ini, karena biasanya belum
dilakukan mobilisasi. Pada tahap ini kerjasama dengan perawatan sangat
diharapkan.
Pada tahap akhir, yakni masa
penyembuhan, rehabilitasi ditujukan lebih kepada peningkatan fungsi, terutama
peningkatan kekuatan otot serta peningkatan fungsi penderita secara maksimal.
Namun, fungsi paru tetap harus dijaga
dan ditingkatkan untuk mendukung peningkatan aktivitas dan metabolisme.
Rehabilitasi terhadap modalitas sensorik juga perlu dilakukan.
Diperlukan adanya kerjasama antar
anggota tim medik yang baik dari tahap awal hingga akhir, karena akan
menentukan hasil akhir kondisi pasien, yakni supaya penderita dapat berfungsi
secara maksimal dengan segala keterbatasan atau impairment dan disabilitasnya.
0 comments:
Posting Komentar